Jalanku, Perjuanganku

Jalanku, Perjuanganku
Jalan setapak nan menanjak Tawangmangu selalu terlewat begitu saja. Yuli, seorang Ibu dari daerah Karanganyar selalu melewati jalan itu dengan penuh semangat. Tak jauh beda dengan seorang ibu lainnya, setiap hari beraktifitas layaknya seorang Ibu. Mengurus rumah, memasak makanan, serta mendidik anak menjadi aktifitas utamanya. Ibu dari dua anak ini, dibalik senyumnya terdapat sebuah kisah yang patut diperjuangkan.
Profesi suami sebagai kuli bangunan tentu membuatnya untuk berjuang membantu mencari nafjkah. Setiap hari ia bangun pukul 04.00 WIB untuk menyiapkan dagangan. Dilanjutkan menyiapkan sarapan untuk keluarga. Setelah itu, jalanan Tawangmangu menjadi temannya dalam beradu nasib. Jeruk, manga, dan stowberry selalu terbawa dalam kranjang dagangan. Dari satu hotel ke hotel lainnya selalu ia datangi. Harapannya ada yang membeli isi kranjang di punggungnya itu. Meskipun mentari dan hujan mengiringi langkah. Ia tetap semangat menjajakan dagangan buah.
Dari jualan buah inilah dapat meringankan  beban suaminya. Ibu dua anak ini selain menjajakan dagangan dengan berkeliling, kadangkala menunggu dagangan milik tetangga untuk mendapatkan receh demi receh. Setiap harinya ia dapat mengantongi Rp 200.000,00 hingga Rp 150.000,00. Memang tak banyak demi menghidupi keluarga, namun rasa bersyukurlah membuatnya cukup.
Hidup memang tak semanis seperti buah dagangannya. Apalagi menjadi seorang pedagang tentu ada permasalahan tersendiri. Persaingan antar pedagang menjadi rutinitas biasa. Sifat iri dan merendahkan pedagang lain menjadi makanannya. Maka diperlukan strategi dan keahlian khusus untuk berhasil berdagang. Namun ada saja pedagang yang sering menyerobot atau langsung menjual dengan harga yang tak sepantasnya kepada para konsumen. Yuli masuk dalam Paguyuban Sido Mukti yang mana harga jual dan beli telah diatur disana. Dari situlah ia dapat memberikan harga sepantasnya kepada pembeli. Karena ia tahu perbuatan curang akan membawa ketidakberkahan dalam kehidupannya.
Tuhan selalu menguji hamba-Nya yang taat. Permasalahan dagang menjadi rutinitas. Musibah lainnya datang dengan perlahan. Yuli sangat sedih ketika buah hatinya jatuh sakit. Ketika buah hatinya telah sembuh, giliran suami yang jatuh sakit. Cobaan hidup manusia memang menjadi tulisan Sang Pencipta. Tak tahu kapan akan terjadinya. Berpasrah diri dan sabar menjadi obat pengllipur lara. Beruntung, anak pertamanya telah berkeluarga, sehingga bisa membantu meringankan hidup. Ia yakin Tuhan tak akan menguji hamba di luar kemampuan.
Ibu yang lahir pada tanggal 14 Mei 1979 ini mempunyai setetes harapan. “Mugi-mugi kaluarga saya dapat sehat walafiat” ujar Yuli. Satu kalimat penuh makna ini menjadi iringan doa tiap harinya. Semoga selalu diberikan kesehatan untuk seluruh keluarga yang dicintainya. Serta anak bungsunya dapat berkuliah suatu saat nanti dan menjadi kebanggaan keluarga.
Berusahalah sekuat mungkin demi kelurga tercinta menjadi prioritas utamanya.  Semakin kita dekat dengan Tuhan,maka cobaan akan datang. Karena Tuhan sayang kepada hamba-Nya yang taat. Meskipun hidup penuh dengan liku, percayalah akan indah di waktunya kelak. Sedikit cerita yang mengajarkan akan manis pahitnya dalam hidup. Semoga  dapat menjadi pelajaran yang berharga.

Share on Google Plus

About ngudarasaning rembulan

0 comments:

Post a Comment