Petir saling bershut-sahutan
memulai api abadi. Langit berpakaian mendung turut menyaksikan. Hujan yang
melihatnya telah mengalirkankan air mata. Wahai matahari kemanakah kau pergi?
Seperti pengecut pergi ketika senja tak lagi menemani. Bak pangeran di siang
bolong, bulanpun ikut campur.
Lantas, apa yang sedang kau
pikirkan? Mengapa kau lakukan itu? Salahkah diri ini wahai pujangga malam?
Tanganmu begitu lembut seakan tak pernah bekerja seperti yang lain. Begitu
halus tanpa membalikkan telapak tangan. Senyum manis itu seperti kobaran api
dalam balutan kapas.
Tenanglah, itu semua hanya
gurauanmu yang tersembunyi. Aku percaya dibalik sayap indahmu itu ada emas yang
tersembunyi. Hanya saja kau malu tuk mengenakan. Dan enggan melihat
kebenarannya.
Meskipun rintihan alam kadang kau
ragukan, meskipun dikala hujan meneteskan air mata sucinya, keyakinanku tak
pernah hilang padamu. Aku masih percaya seperti kau percaya pada diriku.
Ingatlah semua itu hanyalah permainan penguasa takdir belaka.
0 comments:
Post a Comment